expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 07 Mei 2015

KEBIASAAN 5



KEBIASAAN 5
BERUSAHALAH UNTUK MEMAHAMI TERLEBIH DAHULU, BARI DIPAHAMI
“kamu punya dua telinga dan satu mulut”
Seperti kata pepatah bangsa indian Amerika. “dengarkanlah, kalau tidak, lidahmu akan membuatmu tuli”.
Kinci komunikasi dan punya kuasa serta pengaruh terhadap orang lain bisa dirangkum dalam satu kalimat: berusahalah untuk memahami teerlebih dahulu, baru di pahami. Dengan kata lain, dengarkan lah dulu, baru bicara. Ini adalah kebiasaan 5, dan ini efektif. Kalau kamu bisa belajar kebiasaan sederhana ini memandang segalanya menurut kacamata lawan bicaramu sebelum membagikan pandanganmu sendiri akan terbukalah pengertianmu.
Kebutuhan paling mendalam dari hati manusia adalah dipahami. Semua orang ingin dihormati dan dihargai apa adanya. Orang tidak akan mengungkapkan isi hatinya kecuali merasakan kasih serta pengertian yang tulus. Tetapi begitu mereka merasakannya, mereka akan menceritakan lebih dari yang mungkin ingin kamu dengar.
·         Lima gaya mendengarkan yang buruk
= mengawang-ngawang
= pura-pura mendengarkan
= mendengarkan secara selektif
= mendengarkan kata perkata
= mendengarkan yang terpusat pada diri sendiri
Saya akan jelaskan satu persatu:
Mengawang-ngawang maksudnya kalu seseorang berbiscara kepada kita tetapi kita tidak menggubrisnya karena fikiran kita sedang melamun kegalaksi lainnya.
Pura-pura mendengarkan lebih umum lagi. Kita tetep tidak mendengarkan lawa bicara kita, tetapi setidaknya kita pura-pura mendengarkan dengan melontarkan komentar-komentar seperti “ya sih, uh hebat, oh iya, oh begitu. Biasanya lawa bicara kita akan tahu dan akan merasa ia tidak cukup penting untuk didengarkan.
Mendengarkan kata per kata adalah kalu kita sungguh-sungguh memperhatikan apa yang diucapkan, tetaoi yang jkita dengarkan hanyalah kata-katanya, bukannya baha tubuhnya, perasaannya, atau makna sesungguhnyadi balik kata kata itu, akibatnya kita melewatkan makna sesungguhnya.
Mendengarkan yang terpusat pada diri sendiri adalah kalau kita memandang segalanya dari kacamata kita sendiri. Bukannya mencoban menyelami perasaan lawan bicara kita, tapi kita malah menuntut mereka untuk bisa menyelami perasaan kita. Dari sinilah munculnya kalimat “oh, aku tahu deh bagaimana perasaanmu”. Kita tidak tahu bagaimana persisinya perasaan mereka, kita tahu bagaimana persisnya perasaan kita. Dan kita berasumsi mereka mersa seperti kita.
Menghakimi adalah terkadang kita mendengarkan, kita menghakimi (di belakang kepala kita) lawan bicara kita dan apa yang diucapkannya.
Menasehati. Ini adalah kalau kita memberikan nasihat menurut pengalaman kita. Ini adalah pidato ketika-aku-sesusiamu yang sering kamu dapatkan dari yang lebih tua.
Menggali adalah kalau kamu berusaha menggali perasaan-perasaan orang sebelum mereka siap mengungkapkannya. Pernahkah kamu digali ??? orangtua selalu begitu terhadap remaja. Ibumu dengan maksud baik, berusaha mencari tahu aya yang terjadi dalam hidupmu. Tetapi karena kamu belum siap bicara, usaha-usaha ibumu jadi terasa ikut campur, maka kamu pun menghindar.
·         Mendengarkan dengan tulus
Pertama, dengarkan dengan mata, hati dan telingamu. Mendengarkan hanya dengan telinga saja tidak cukup baik, karena hanya 7 persen kominikasi yang terkandung dalam kata-kata yang diucapkan. Yang selebihnya berasal dari bahasa tubuh (53 persen) dan bagaimana kita mengungkapkan kata-katannya, atau nada perasaan yang tercermin dalam ucapan kita (40 persen).  Seberapa keraspun orang tampaknya dari luarnya, kebanyakan orang lembut hatinya dan punya kebutuhan besar untuk dipahami.
Kedua, selamilah perasaan meereka. Unutk menjadi pendengar yang tulus, kamu perlu mengenyampingkan perasaanmu dan menyelami perasaan lawan bicaramu.
Ketiga, cobalah bersikap seperti cermin. Maksudnya mengulangi dengan kata-kata sendiri, apa yang diucapkan dan dirasakan lawan bicaramu. Bersikap seperti cermin bukaknlah meniru. Meniru adalah kalau kamu mengulang persis apa yang diucapkan lawan bicaramu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar